Rasulullah
Sebagai Pendidik
(Menginspirasi
dan Meneladani Sang Pendidik Sejati)
Ahmad
Yani, MA
Setiap metodologi dapat diukur
kebenarannya dengan ukuran keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapainya. Dan
bila kaedah ini diterapkan dalam mengukur metodologi Rasulullah Saw dalam
mendidik, maka akan ditemukan keberhasilan pendidikan yang begitu menakjubkan
yang tidak pernah dicapai siapapun sepanjang sejarah.
Pendidikan dalam bahasa arab adalah
tarbiyah yang berarti membentuk manusia ke arah kesempurnaan yang diridhai
Allah SWT. Menuju ke arah kesempurnaan dan bukan mencapai
kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, dan kemaksuman
(bebas dari salah dan dosa) adalah milik Rasulullah.
Menyingkap kepribadian Rasulullah
Saw sebagai pendidik menuntut kita untuk mengangkat sifat Rasulullah Saw yang
mengantarkannya menjadi pendidik sejati, juga metodologi pendidikan Rasulullah
yang dengan metode tersebut beliau mendidik sehingga berhasil dengan kesuksesan
yang menakjubkan atas izin Allah SWT.
Sifat-sifat Sang Pendidik
1. Kasih
Sayang
Sifat ini harus ada dalam jiwa
pendidik. Orang yang keras hatinya tidak cocok menjadi pendidik. Rasulullah Saw
pernah meringankan shalat lantaran ada seorang anak yang menangis. Bagaimana
beliau pernah ditimpa berbagai penyiksaan dan aniaya dari pihak Kufar Quraisy
dan penduduk Thaif, namun beliau tetap berharap kebaikan bagi mereka: “Semoga
Allah melahirkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah kepadaNya.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Anas bin Malik beliau berkata: “Aku
tidak pernah melihat orang yang lebih pengasih kepada keluarganya dari pada
Rasulullah Saw”. (HR. Muslim).
2. Sabar
Sabar adalah bekal utama setiap
pendidik. Pendidik yang tidak memiliki sifat sabar bagai musafir yang melakukan
perjalanan tanpa bekal. Rasulullah Saw mencontohkan kesabaran yang sangat
tegar. Beliau bersabar atas penyiksaan jasmani dan jiwa dari kaumnya, kondisi
ini terus terjadi hingga menjadi jelas maksud dan risalah yang dibawa, dan pada
akhirnya kebencian berubah menjadi cinta dan penyiksaan berubah menjadi
penghormatan. Namun sabar perlu dipahami dengan baik. Sabar perlu diiringi
dengan ikhtiar dan doa.
3. Rendah
Hati
Seorang pendidik harus memiliki
sifat rendah hati (tawadhu) terhadap para anak didiknya, karena kesombongan dan
tinggi hati menyebabkan adanya jurang pemisah yang jauh antara dirinya dan anak
didik. Dan ini menyebabkan hilangnya pengaruh dalam pendidikannya.
Rasulullah Saw adalah sosok manusia
renah hati. Beliau mengucapkan salam kepada anak-anak. Anak-anak sering
mengambil tangan Rasulullah Saw dan membawa beliau sesuai kehendak mereka. Bila
seseorang bersalaman dengan Rasulullah Saw, beliau tidak akan menarik tangannya
terlebih dahulu sebelum orang tersebut melepas tangannya, dan tidak memalingkan
wajah sebelum orang tersebut memalingkan wajahnya.
4. Cerdas
Pendidik dituntut cerdas dan pintar.
Ia dituntut bisa memahami karakter, kondisi dan permasalahan anak didik secara
detil. Dengan pemahaman tersebut, pendidikan yang diberikan bisa lebih memiliki
peluang keberhasilan dan kesuksesan daripada sekedar mendidik tanpa paham
tentang anak didik juga kondisinya. Seorang pendidik diharapkan bisa
mempertimbangkan setiap perkara yang cocok dan tidak cocok bagi anak didiknya.
Dan ini bisa dilakukan jika ia mengetahui kondisi anak didiknya.
5. Lembut dan
Pemaaf
Kesalahan dan sikap buruk anak didik
tidak sepatutnya membangkitkan emosi dan amarah seorang pendidik. Dia dituntut
mampu keluar dari kemarahan sehingga bisa berpikir dengan jernih, guna mencari
solusi atas permasalahan. Sifat lembut ini juga diiringi dengan sifat pemaaf
ketika mendapat perlakuan buruk dan keji. Satu kisah Rasulullah Saw yang
diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra. Anas bin Malik berkata: “Aku
berjalan bersama Rasulullah Saw, dan beliau memakai jubah Najran yang kasar
sisi pinggirnya. Seorang Arab Badui menemuinya dan menarik selendang beliau
dengan keras, hingga aku melihat leher Rasulullah Saw berbekas karena tarikan
yang sangat keras. Badui itu berkata: “Wahai Muhammad perintahkanlah agar harta
milik Allah SWT yang ada padamu untuk diberikan kepadaku karena kamu tidak
membawa hartamu dan harta bapakmu untukku. Rasulullah menoleh kepadanya dan
tersenyum, kemudian memerintahkan Sahabat untuk memberinya sesuatu”. (HR.
Bukhari dan Muslim).
6. Kepribadian
dan Wibawa yang Kuat
Seorang pendidik harus
berkepribadian kuat, tidak ragu-ragu dan kurang percaya diri, agar dapat
memberikan pengaruh pada anak didiknya. Kepribadian yang kuat tidak membutuhkan
banyak hukuman dalam proses mendidik, bisa meminimalkan terjadinya
penyimpangan, dan menanamkan kepuasan dalam jiwa. Dalam gambaran kewibawaan
Rasulullah disebutkan bahwa: “Siapapun yang melihat Rasulullah Saw,
maka dia pasti mengaguminya”.
Cara Rasulullah Mendidik
1. Pembentukan
Jiwa Terlebih Dahulu
Rasulullah memandang bahwa
pendidikan harus diawali dengan pembentukan jiwa dan keimanan terlebih dahulu.
Bila pendidikan tidak diawali dengan pembentukan jiwa dan keimanan maka segala
tampilan luar dari hasil pendidikan bukanlah tampilan yang sebenarnya.
Penanaman keimanan terhadap prinsip-prinsip yang mensucikan jiwa dan menjadikan
prilaku lurus menjadi prioritas program, seperti penanaman keimanan agar
mencintai kebaikan dan membenci kezaliman dan kekejian.
Rasulullah memerintahkan para orang
tua untuk mengarahkan anak-anaknya shalat pada usia tujuh tahun. Hal ini harus
dilakukan dan diteruskan dengan pengarahan dan penanaman tentang kepuasan dan
keimanan dalam jiwa anak terhadap urgensi shalat dan kewajibannya hingga tiga
tahun berikutnya. Dan bila anak meninggalkan shalat pada usia sepuluh tahun,
dia diberi sanksi. Dari Amru bin Syuaib, beliau berkata: “Rasulullah
Saw bersabda:“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh
tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkannya pada usia sepuluh tahun dan
pisahkan mereka dari tempat tidur”. (HR. Abu Dawud).
2. Penerapan
Praktis
Iman di hati dan penerapan praktis
adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan, keduanya saling membutuhkan. Dengan
maksud tersebut Allah SWT mengaitkan iman dengan amal shaleh lebih dari lima
puluh lima ayat Al-Qur’an. Metodologi Rasulullah dalam pendidikan adalah dukungan
teori ilmiah dengan penerapan praktis, karena buah pendidikan sebenarnya lahir
dari penerapan praktis, bukan teori ilmiah.
3. Berbicara
dan Berdialog Sesuai Tingkat Pemahaman
Jika seorang pendidik berbicara
kepada anak didiknya dengan bahasa yang tidak dipahaminya, maka bisa
menimbulkan salah paham, dan menimbulkan salah penerapan. Karena itu, pendidik
harus memperhatikan tingkat pemahaman akal anak didiknya, sehingga tidak
mengajarkan dan mengarahkannya dengan bahasa yang tidak dipahaminya. Imam Muslim
berkata: “Sesungguhnya Abdullah bin Mas’ud berkata: “Tidaklah kamu
berbicara dengan suatu kaum menggunakan bahasa yang tidak dipahami oleh akal
mereka, melainkan ia menadi fitnah bagi sebagian mereka”. (HR. Bukhari
dan Muslim).
4. Mengutamakan
yang Lebih Penting dari yang Penting
Kaidah urutan prioritas penting
diterapkan dalam proses pendidikan. Tidak sepatutnya seorang pendidik lebih
fokus mengarahkan anak didik untuk melakukan amal sunah namun tidak memberikan
arahan semestinya tehadap amalan wajib. Diriwayatkan dari Anas bin Malik
berkata: “Sesungguhnya seorang Arab Badui bertanya kepada Rasulullah
Saw: “Kapan Kiamat terjadi?”, Rasulullah menjawab: “Apa yang telah kamu
persiapkan untuk menghadapinya? Dia menjawab: “Tidak ada, kecuali aku mencintai
Allah SWT dan RasulNya”. Rasulullah Saw bersabda: “Kamu
bersama siapa yang kamu cintai”. (HR. Bukhari dan Muslim). Seakan-akan
Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa pengetahuan terhadap Kiamat tidak akan
berfaedah jika tidak disertai dengan keimanan dan amal saleh, serta persiapan
diri untuk menghadapinya.
5. Memilih
Kondisi yang Tepat untuk Memberikan Peringatan
Memilih kondisi yang tepat untuk
memberikan pengarahan dan nasihat adalah langkah yang penting agar arahan dan
nasihat mendapatkan pengaruhnya dalam jiwa anak didik. Inilah salah satu hikmah
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sesuai dengan kejadian dan sababun
nuzuul (sebab turunnya). Rasul Saw juga demikian, karena itu ada sababul
wuruud (sebab datang) hadits. Para Ulama telah banyak mengarang
berbagai kitab tentang sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an dan hadits
Rasulullah Saw.
Diantara hadits Rasul Saw yang
datang karena sababul wuruud (sebab datang), Hakim bin Hizam
ra, berkata: “Aku memohon kepada Rasulullah Saw harta, kemudian beliau
memberikannya kepadaku, kemudian aku memohon kepadanya, kemudian ia
memberikannya kepadaku, kemudian aku memohon kepadanya harta, kemudian ia
memberikannya kepadaku. Kemudian Rasulullah bersabda: “Wahai Hakim sesungguhnya
harta benda itu hijau dan manis. Barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa
yang terhormat, maka dia akan diberkahi di dalamnya. Dan barang siapa yang
mengambilnya dengan jiwa yang berlebihan dan tamak, maka tidak akan diberkahi. Bagaikan
orang yang makan tetapi tidak merasa kenyang. Dan tangan yang di
atas lebih baik daripada tangan yang dibawah”. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Demikian sekelumit tentang sosok
Rasulullah Saw sebagai pendidik sejati. Masyarakat sangat membutuhkan sosok-sosok
pendidik yang dapat menginspirasi dan meneladani sang pendidik sejati. Sosok
pendidik yang baik tentunya akan menghasilkan kualitas pendidikan yang baik
pula, dan pendidikan yang baik adalah rahim yang akan melahirkan peradaban yang
sama-sama kita nantikan. Wallahu a’lam.