Sabtu, 05 Juli 2014

Rasulullah Sebagai Pendidik



Rasulullah Sebagai Pendidik
(Menginspirasi dan Meneladani Sang Pendidik Sejati)
Ahmad Yani, MA
Setiap metodologi dapat diukur kebenarannya dengan ukuran keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapainya. Dan bila kaedah ini diterapkan dalam mengukur metodologi Rasulullah Saw dalam mendidik, maka akan ditemukan keberhasilan pendidikan yang begitu menakjubkan yang tidak pernah dicapai siapapun sepanjang sejarah.

Pendidikan dalam bahasa arab adalah tarbiyah yang berarti membentuk manusia ke arah kesempurnaan yang diridhai Allah SWT. Menuju ke  arah kesempurnaan dan bukan mencapai kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, dan kemaksuman (bebas dari salah dan dosa) adalah milik Rasulullah.

Menyingkap kepribadian Rasulullah Saw sebagai pendidik menuntut kita untuk mengangkat sifat Rasulullah Saw yang mengantarkannya menjadi pendidik sejati, juga metodologi pendidikan Rasulullah yang dengan metode tersebut beliau mendidik sehingga berhasil dengan kesuksesan yang menakjubkan atas izin Allah SWT.

Sifat-sifat Sang Pendidik
1.    Kasih Sayang
Sifat ini harus ada dalam jiwa pendidik. Orang yang keras hatinya tidak cocok menjadi pendidik. Rasulullah Saw pernah meringankan shalat lantaran ada seorang anak yang menangis. Bagaimana beliau pernah ditimpa berbagai penyiksaan dan aniaya dari pihak Kufar Quraisy dan penduduk Thaif, namun beliau tetap berharap kebaikan bagi mereka: “Semoga Allah melahirkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah kepadaNya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Anas bin Malik beliau berkata: “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih pengasih kepada keluarganya dari pada Rasulullah Saw”. (HR. Muslim).

2.    Sabar
Sabar adalah bekal utama setiap pendidik. Pendidik yang tidak memiliki sifat sabar bagai musafir yang melakukan perjalanan tanpa bekal. Rasulullah Saw mencontohkan kesabaran yang sangat tegar. Beliau bersabar atas penyiksaan jasmani dan jiwa dari kaumnya, kondisi ini terus terjadi hingga menjadi jelas maksud dan risalah yang dibawa, dan pada akhirnya kebencian berubah menjadi cinta dan penyiksaan berubah menjadi penghormatan. Namun sabar perlu dipahami dengan baik. Sabar perlu diiringi dengan ikhtiar dan doa.

3.    Rendah Hati
Seorang pendidik harus memiliki sifat rendah hati (tawadhu) terhadap para anak didiknya, karena kesombongan dan tinggi hati menyebabkan adanya jurang pemisah yang jauh antara dirinya dan anak didik. Dan ini menyebabkan hilangnya pengaruh dalam pendidikannya.

Rasulullah Saw adalah sosok manusia renah hati. Beliau mengucapkan salam kepada anak-anak. Anak-anak sering mengambil tangan Rasulullah Saw dan membawa beliau sesuai kehendak mereka. Bila seseorang bersalaman dengan Rasulullah Saw, beliau tidak akan menarik tangannya terlebih dahulu sebelum orang tersebut melepas tangannya, dan tidak memalingkan wajah sebelum orang tersebut memalingkan wajahnya.

4.    Cerdas
Pendidik dituntut cerdas dan pintar. Ia dituntut bisa memahami karakter, kondisi dan permasalahan anak didik secara detil. Dengan pemahaman tersebut, pendidikan yang diberikan bisa lebih memiliki peluang keberhasilan dan kesuksesan daripada sekedar mendidik tanpa paham tentang anak didik juga kondisinya. Seorang pendidik diharapkan bisa mempertimbangkan setiap perkara yang cocok dan tidak cocok bagi anak didiknya. Dan ini bisa dilakukan jika ia mengetahui kondisi anak didiknya.

5.    Lembut dan Pemaaf
Kesalahan dan sikap buruk anak didik tidak sepatutnya membangkitkan emosi dan amarah seorang pendidik. Dia dituntut mampu keluar dari kemarahan sehingga bisa berpikir dengan jernih, guna mencari solusi atas permasalahan. Sifat lembut ini juga diiringi dengan sifat pemaaf ketika mendapat perlakuan buruk dan keji. Satu kisah Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik  ra. Anas bin Malik berkata: “Aku berjalan bersama Rasulullah Saw, dan beliau memakai jubah Najran yang kasar sisi pinggirnya. Seorang Arab Badui menemuinya dan menarik selendang beliau dengan keras, hingga aku melihat leher Rasulullah Saw berbekas karena tarikan yang sangat keras. Badui itu berkata: “Wahai Muhammad perintahkanlah agar harta milik Allah SWT yang ada padamu untuk diberikan kepadaku karena kamu tidak membawa hartamu dan harta bapakmu untukku. Rasulullah menoleh kepadanya dan tersenyum, kemudian memerintahkan Sahabat untuk memberinya sesuatu”. (HR. Bukhari dan Muslim).

6.    Kepribadian dan Wibawa yang Kuat
Seorang pendidik harus berkepribadian kuat, tidak ragu-ragu dan kurang percaya diri, agar dapat memberikan pengaruh pada anak didiknya. Kepribadian yang kuat tidak membutuhkan banyak hukuman dalam proses mendidik, bisa meminimalkan terjadinya penyimpangan, dan menanamkan kepuasan dalam jiwa. Dalam gambaran kewibawaan Rasulullah disebutkan bahwa: “Siapapun yang melihat Rasulullah Saw, maka dia pasti mengaguminya”.

Cara Rasulullah Mendidik
1.    Pembentukan Jiwa Terlebih Dahulu
Rasulullah memandang bahwa pendidikan harus diawali dengan pembentukan jiwa dan keimanan terlebih dahulu. Bila pendidikan tidak diawali dengan pembentukan jiwa dan keimanan maka segala tampilan luar dari hasil pendidikan bukanlah tampilan yang sebenarnya. Penanaman keimanan terhadap prinsip-prinsip yang mensucikan jiwa dan menjadikan prilaku lurus menjadi prioritas program, seperti penanaman keimanan agar mencintai kebaikan dan membenci kezaliman dan kekejian.

Rasulullah memerintahkan para orang tua untuk mengarahkan anak-anaknya shalat pada usia tujuh tahun. Hal ini harus dilakukan dan diteruskan dengan pengarahan dan penanaman tentang kepuasan dan keimanan dalam jiwa anak terhadap urgensi shalat dan kewajibannya hingga tiga tahun berikutnya. Dan bila anak meninggalkan shalat pada usia sepuluh tahun, dia diberi sanksi. Dari Amru bin Syuaib, beliau  berkata: “Rasulullah Saw bersabda:“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkannya pada usia sepuluh tahun dan pisahkan mereka dari tempat tidur”. (HR. Abu Dawud).

2.    Penerapan Praktis
Iman di hati dan penerapan praktis adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan, keduanya saling membutuhkan. Dengan maksud tersebut Allah SWT mengaitkan iman dengan amal shaleh lebih dari lima puluh lima ayat Al-Qur’an. Metodologi Rasulullah dalam pendidikan adalah dukungan teori ilmiah dengan penerapan praktis, karena buah pendidikan sebenarnya lahir dari penerapan praktis, bukan teori ilmiah.

3.    Berbicara dan Berdialog Sesuai Tingkat Pemahaman
Jika seorang pendidik berbicara kepada anak didiknya dengan bahasa yang tidak dipahaminya, maka bisa menimbulkan salah paham, dan menimbulkan salah penerapan. Karena itu, pendidik harus memperhatikan tingkat pemahaman akal anak didiknya, sehingga tidak mengajarkan dan mengarahkannya dengan bahasa yang tidak dipahaminya. Imam Muslim berkata: “Sesungguhnya Abdullah bin Mas’ud berkata: “Tidaklah kamu berbicara dengan suatu kaum menggunakan bahasa yang tidak dipahami oleh akal mereka, melainkan ia menadi fitnah bagi sebagian mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim).

4.    Mengutamakan yang Lebih Penting dari yang Penting
Kaidah urutan prioritas penting diterapkan dalam proses pendidikan. Tidak sepatutnya seorang pendidik lebih fokus mengarahkan anak didik untuk melakukan amal sunah namun tidak memberikan arahan semestinya tehadap amalan wajib. Diriwayatkan dari Anas bin Malik berkata: “Sesungguhnya seorang Arab Badui bertanya kepada Rasulullah Saw: “Kapan Kiamat terjadi?”, Rasulullah menjawab: “Apa yang telah kamu persiapkan untuk menghadapinya? Dia menjawab: “Tidak ada, kecuali aku mencintai Allah SWT dan RasulNya”. Rasulullah Saw bersabda: “Kamu bersama siapa yang kamu cintai”. (HR. Bukhari dan Muslim). Seakan-akan Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa pengetahuan terhadap Kiamat tidak akan berfaedah jika tidak disertai dengan keimanan dan amal saleh, serta persiapan diri untuk menghadapinya.

5.    Memilih Kondisi yang Tepat untuk Memberikan Peringatan
Memilih kondisi yang tepat untuk memberikan pengarahan dan nasihat adalah langkah yang penting agar arahan dan nasihat mendapatkan pengaruhnya dalam jiwa anak didik. Inilah salah satu hikmah Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sesuai dengan kejadian dan sababun nuzuul (sebab turunnya). Rasul Saw juga demikian, karena itu ada sababul wuruud (sebab datang) hadits. Para Ulama telah banyak mengarang berbagai kitab tentang sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an dan hadits Rasulullah Saw.

Diantara hadits Rasul Saw yang datang karena sababul wuruud (sebab datang), Hakim bin Hizam ra, berkata: “Aku memohon kepada Rasulullah Saw harta, kemudian beliau memberikannya kepadaku, kemudian aku memohon kepadanya, kemudian ia memberikannya kepadaku, kemudian aku memohon kepadanya harta, kemudian ia memberikannya kepadaku. Kemudian Rasulullah bersabda: “Wahai Hakim sesungguhnya harta benda itu hijau dan manis. Barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang terhormat, maka dia akan diberkahi di dalamnya. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang berlebihan dan tamak, maka tidak akan diberkahi. Bagaikan orang yang makan tetapi tidak merasa kenyang. Dan tangan yang di atas  lebih baik daripada tangan yang dibawah”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian sekelumit tentang sosok Rasulullah Saw sebagai pendidik sejati. Masyarakat sangat membutuhkan sosok-sosok pendidik yang dapat menginspirasi dan meneladani sang pendidik sejati. Sosok pendidik yang baik tentunya akan menghasilkan kualitas pendidikan yang baik pula, dan pendidikan yang baik adalah rahim yang akan melahirkan peradaban yang sama-sama kita nantikan. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar